JAKARTA - Pemerintah Indonesia terus mendorong pemerataan ekonomi hingga ke wilayah timur melalui program inovatif Teknologi Kampung Terpadu (TEKAD).
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto menegaskan bahwa program ini bukan sekadar proyek pembangunan biasa, tetapi merupakan upaya strategis untuk meningkatkan ekonomi desa sekaligus memperkuat peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
Program TEKAD yang dimulai sejak 2020 akan berlanjut hingga Desember 2026 dengan target mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, dan Papua beserta subwilayahnya.
Menurut Yandri, TEKAD dirancang untuk menumbuhkan perekonomian dari skala rumah tangga hingga BUMDesa. “Kita menargetkan dari program TEKAD ini ada peningkatan ekonomi baik skalanya rumah tangga atau perusahaan seperti BUMDesa,” ujarnya di Surabaya, Jawa Timur, Senin. Program ini diharapkan mampu mengurangi kesenjangan ekonomi antara wilayah barat dan timur Indonesia melalui pemberdayaan sumber daya lokal.
Salah satu fokus program dalam waktu dekat adalah peningkatan produksi dan ekspor Kopi Bajawa dari Ngada, Nusa Tenggara Timur. Dengan dukungan TEKAD, pemerintah menargetkan kenaikan ekspor kopi lokal dari lima ton menjadi 10 ton. Langkah ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga memperkenalkan potensi unggulan Indonesia timur ke pasar internasional.
Program TEKAD menitikberatkan pembangunan desa berdasarkan potensi masing-masing wilayah. Yandri menegaskan bahwa pendekatan ini tidak seragam, melainkan disesuaikan dengan kekayaan alam dan budaya lokal. “Inti pokoknya kita tidak menyeragamkan semua desa satu produk enggak. Tapi, kita utamakan sesuai potensi desa itu menjadi keunggulan mereka,” katanya. Dengan begitu, desa-desa di NTT, Maluku, Malut, Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah akan mengembangkan sektor ekonomi unggulan masing-masing, baik dari sisi wisata maupun hasil bumi.
Dalam implementasinya, Kemendes PDT menggandeng International Fund for Agricultural Development (IFAD) sebagai mitra strategis. Kolaborasi ini melibatkan fasilitator TEKAD dan masyarakat setempat untuk memastikan program berjalan efektif dan sesuai kebutuhan lokal. Metode partisipatif ini memungkinkan desa untuk menentukan prioritas pembangunan, sekaligus memaksimalkan potensi ekonomi yang ada.
Bantuan konkret dari program TEKAD telah disalurkan melalui berbagai skema. Sebanyak 366 desa dan kampung sasaran telah menerima demplot senilai Rp100 juta per desa untuk mendukung produksi lokal. Selain itu, 50 BUMDesa telah mendapat fasilitas Rumah Inovasi Teknologi Desa (RITD) dengan nilai total Rp20 miliar. RITD berfungsi sebagai pusat inovasi dan pengembangan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas desa, mulai dari pengolahan hasil bumi hingga pengembangan produk unggulan.
Lebih lanjut, TEKAD juga menghadirkan investment fund untuk 18 BUMDesa, masing-masing senilai Rp350 juta, yang disertai program pelatihan. Bantuan ini bertujuan memperkuat kapasitas manajerial BUMDesa sekaligus mendorong investasi lokal yang produktif. Pelatihan-pelatihan ini disusun berdasarkan kesepakatan Pemerintah RI dan IFAD, sehingga mendukung keberlanjutan program serta pemberdayaan masyarakat.
Menurut Yandri, keberhasilan TEKAD tidak hanya diukur dari peningkatan ekonomi, tetapi juga dari tumbuhnya ekosistem inovasi di desa. Dengan mengedepankan keunggulan lokal, setiap desa memiliki kesempatan untuk menjadi motor penggerak ekonomi regional. Pendekatan ini diharapkan bisa mempercepat pemerataan kesejahteraan, sekaligus memperkecil kesenjangan antara desa di wilayah timur dan wilayah lain di Indonesia.
Selain fokus pada sektor pertanian dan ekspor komoditas, TEKAD juga memperhatikan potensi wisata desa. Setiap desa akan dikembangkan sesuai karakteristiknya, sehingga mampu menarik wisatawan dan menciptakan sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat. Dengan demikian, TEKAD tidak hanya berorientasi ekonomi, tetapi juga mendukung pelestarian budaya dan lingkungan.
Keberhasilan program ini juga menjadi contoh nyata kolaborasi pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat lokal. Metode partisipatif yang diterapkan memastikan bahwa setiap bantuan yang disalurkan tepat sasaran dan memberikan dampak nyata. Dukungan dari IFAD dan fasilitator TEKAD menjadi kunci untuk mempercepat adopsi teknologi serta transfer pengetahuan kepada masyarakat desa.
Program TEKAD menunjukkan bahwa pembangunan desa yang berbasis teknologi, inovasi, dan potensi lokal dapat menjadi motor pertumbuhan ekonomi di wilayah timur Indonesia. Dengan fokus pada peningkatan produksi lokal, penguatan BUMDesa, serta pemanfaatan potensi wisata, TEKAD memberikan peluang bagi masyarakat desa untuk naik kelas ekonomi. Program ini sekaligus menjadi strategi pemerintah untuk mendorong kesejahteraan yang merata dan mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah.
Dengan keberlanjutan hingga Desember 2026, TEKAD diharapkan mampu mencetak desa-desa unggul yang berdaya saing tinggi, mandiri secara ekonomi, dan mampu memanfaatkan potensi lokal untuk memperkuat perekonomian Indonesia timur secara keseluruhan.